Berita TerbaruPolitikRiau

Bersama Pakar, Fitra Riau Gelar Bedah Gagasan ‘DPRD Bukan Legislatif’

Cakrawalatoday.com – Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran Provinsi Riau (Fitra Riau) melaksanakan Bedah Gagasan bertajuk “DPRD Bukan Legislatif”, Kamis (3/12/ 2020). Manager Knowloadge Management Fitra Riau, Gusmansyah, mangatakan kegiatan dilakukan secara virtual karena kasus Covid 19 di Provinsi Riau masih tinggi,  yang mana hingga Senin (30/11) kasus positif tembus 20.034 orang.

“Sebagai bentuk kesadaran dan berpartisipasi aktif dalam mengantisipasi pencegahan penyebaran Covid-19 dan melihat kondisi ini, kami melakukan Bedah Gagasan secara daring. Sekaligus hal ini menaati kebijakan pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid 19,” ungkap Gusmansyah.

Koordinator Fitra Riau Triono Hadi mengungapkan, Bedah Gagasan diikuti para ahli dari berbagai disiplin ilmu, yakni sebagai penanggap DR Hasanuddin (pakar politik dari Universitas Riau), Moza Fudika SH MH (pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Riau), Zulfi Mursal (anggota DPRD Riau), dan Ahmad Hanafi (Direktur Indonesia Parlementary Center). Kegiatan juga diikuti oleh anggora DPRD, praktisi, akademisi, juga mahasiswa.

“Ini merupkan diskusi ilmiah yang dilakukan oleh Fitra Riau, yang mana selama ini diskusi-diskusi yang dilakukan oleh Fitra Riau hanya di tataran praktis, seperti kajian anggaran daerah,” ungkap Triono.

Disampaikan, membedah ‘DPRD Bukan Legislatif’ ini ialah sebuah gagasan yang dituliskan oleh Rahmad Rahim, Kepala Bappeda Provinsi Riau 2018, yang saat ini sebagai pejabat fungsional di Bappeda Riau. Menariknya, kata Triono, kali ini kita akan melihat bagaimana optimalisasi peran dan fungsi di kelembagaan DPRD baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, apakah DPRD bisa diasumsikan bukan legislatifnya daerah, melihat dari tataran regulasi yang ada.

“Penyelenggara Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan Kepala Daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang diberikan mandat oleh rakyat untuk melaksanakan urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah, dengan demikian maka DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar,” terang Triono.

Rahmad Rahim dalam pemaparannya mengatakan, pada Undang-undang Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), maupun Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tidak ada satu pasal pun menyebutkan DPRD adalah lembaga legislatif.

DPRD memunyai fungsi pembentukan Peraturan Daerah (Perda), anggaran dan pengawasan, sedangkan kepala daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas dan kebijakan daerah. Ini sebuah kedudukan dan fungsi DPRD.

“Pada sebuah Negara, pada dasarnya kekuasan itu tidak dapat terpusat pada satu orang atau satu kelembagaan. Dalam konsep Trias Politika bahwa kekuasaan itu pada dasarnya harus dipisahkan dan harus dibagi dalam pelaksanaan pembagian kewenangan, yang mana pilar-Pilar kekuasan itu terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif, yang telah dijamin secara konstitusional di dalam UUD 1945,” ulasnya.

Menurut pandangan pakar hukum tata negara Moeza Fudika, DPRD sebagai legislatif ini lahir akibat dari adanya UU Nomor 22 tahun 1999. Inilah awal yang mengintrodusir yang menyatakan DPRD Badan Legislatif Daerah.

Ditarik dari benang merah persoalan dari kedudukan DPRD, bahwa sebenarnya DPRD memiliki dua kapasitas dalam hal ini secara ketata negaraan. DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 butir ke empat UU 23 tahun 2014 bahwa DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

“Bahwa memang DPRD dengan kepala daerah adalah sebuah mitra yang sejajar. Ddan apabila kita melihat lagi kapasitas DPRD sebagai lembaga penyelanggara pemerintahan daerah, saya katakan di sini DPRD bukan sebagai lembaga legislatif namun hanya sebagai lembaga representatif lokal bagi masyrakat yang ada di daerah,” tegas Moeza.

“Pada dasarnya saya menyatakan bahwa saya setuju DPRD itu bukanlah lembaga  legislatif. Alasannya, secara konstitusional kita lihat pasal 1 ayat 1 UUD 1945 indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Negara kesatuan itu bersifat monosentris ada satu negara, ada satu pemerintahan dan termasuk hanya ada satu badan legislatif, dan tidak ada istilah legislatif daerah karena dalam trias politika itu jelas kedaulatan dalam negara kesatuan itu hanya ada satu yaitu berada di tataran pemerintah pusat,” tutupnya.**

Rilis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button