Penghentian Pengeboran Blok Rokan Dinilai Pengaruhi Produksi Migas RI
CAKRAWALATODAY.COM – PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) diketahui tidak melakukan pengeboran minyak di Blok Rokan, Riau. Presiden Direktur Chevron Pacific Indonesia Albert Simanjuntak hal itu terjadi sejak tahun 2018 karena dinilai sudah tak lagi ekonomis.
Selain itu, penyetopan pengeboran Blok Rokan adalah karena kontrak PT CPI akan habis pada 8 Agustus 2021, yang selanjutnya Blok Rokan akan dikelola PT Pertamina Hulu.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, penghentian pengeboran tersebut berpengaruh besar terhadap penurunan produksi migas nasional. Padahal, kontrak baru berakhir pada tahun 2021.
“Chevron sudah menghentikan pengeboran, padahal mereka masih kontraktor di sana dan baru berakhir pada 2021. Ini sangat mengganggu stok migas nasional. Penurunan produksi nasional pada 2019 pun, antara lain kontribusi penghentian pengeboran tersebut,” ujarnya dikutip Merdeka dari Antara, Ahad (26/1/2020).
Menurut dia, selama ini sumbangan Blok Rokan cukup besar, bahkan terbesar kedua setelah Blok Cepu. Blok Rokan juga memiliki cadangan minyak yang luar biasa. Sehingga, penghentian pengeboran ini berlanjut, maka potensi penurunan produksi migas akan kembali terjadi 2020 ini.
Dia menilai, penghentian ini tidak hanya berpengaruh terhadap penurunan produksi migas nasional, namun juga menyulitkan Pertamina untuk menaikkan produksi, ketika BUMN tersebut mulai menggarap Rokan pada 2021.
Masa Transisi
Berkaca pada alih kelola Mahakam yang mana ketika itu kontraktor lama juga menghentikan pengeboran pada masa transisi, maka, ketika Pertamina mulai mengambil alih Mahakam produksi justru menurun.
“Ujung-ujungnya semua menyalahkan Pertamina. Mereka tidak tahu sejarahnya, bahwa itu karena ketika transisi tak ada pengeboran lagi. Ini yang saya khawatirkan juga akan terjadi pada Blok Rokan,” tegasnya.
Ketika masa transisi, jumlah sumur yang dibor memang menurun drastis, dari 44 sumur, hanya dilakukan pengeboran enam sumur, itupun, karena adanya intervensi Pertamina. Oleh karena itu, Mamit berharap, persoalan masa transisi ini segera diselesaikan dimana pemerintah bisa duduk bersama, untuk memberikan solusi terbaik.
Menurut dia, seharusnya sejak awal persoalan transisi bahkan sudah dibuat mekanismenya, apalagi masa transisi Blok Rokan lebih lama, yaitu tiga tahun, dibandingkan Mahakam yang hanya satu tahun. “Ke depan, diharapkan pemerintah membuat peraturan atau mekanisme agar perpindahan kontrak bisa berjalan dengan lancar dan baik,” ujarnya.**
Sumber: Merdeka