Sekretariat Kabinet Republik Indonesia | Pengarahan dan Evaluasi Evaluasi Aksi Afirmasi Peningkatan Pembelian dan Pemanfaatan Produk Dalam Negeri dalam rangka Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, di Jakarta Convention Center, Provinsi DKI Jakarta, 24 Mei 2022
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Yang saya hormati para Menko, para Menteri, Gubernur Bank Indonesia, para Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, Wakil Wali Kota, para Sekretaris Daerah dari seluruh tanah air Indonesia;
Yang saya hormati Pak Jaksa Agung, tadi lupa, Pak Kapolri, Panglima TNI, Ketua KPK, Bapak Ibu sekalian para pejabat eselon I dan II kementerian dan lembaga yang hadir, para Direktur Utama BUMN, seluruh Forkopimda dari seluruh tanah air;
Bapak-Ibu hadirin undangan yang berbahagia.
Sekali lagi, saya ingin menyampaikan betapa situasi sekarang ini adalah situasi yang tidak mudah, situasi yang sangat sulit, dan itu dialami oleh semua negara, semua negara. Oleh sebab itu, kita semuanya harus memiliki kepekaan (sense of crisis) mengenai keadaan kita dan semua negara sekarang ini.
Kita tahu ketidakpastian global sekarang ini hampir setiap hari berubah-ubah terus. Begitu COVID-19 selesai, semua negara sebetulnya merencanakan bagaimana pemulihan ekonominya, tetapi banyak yang belum selesai, muncul perang di Ukraina dan Rusia. Inilah yang semuanya kita harus memiliki perasaan yang sama, betapa sekarang ini memang keadaan yang tidak mudah, keadaan yang tidak gampang.
Saya berikan contoh. Problem sekarang ini ada dua yang berat, urusan energi artinya apa BBM, bensin, gas, listrik. Yang kedua, pangan. Di seluruh negara di manapun dua persoalan ini menjadi masalah besar. Bensin, coba dilihat kenaikannya sangat tinggi sekali di negara-negara selain kita. Singapura sekarang harga BBM sudah Rp32.000, Jerman sudah di angka Rp31.000, Thailand Rp20.000. Kita ini, kita Pertalite masih Rp7.650, sekali lagi Rp7.650, Pertamax Rp12.500. Yang lain sudah jauh sekali.
Kenapa harga kita masih seperti ini? Ya karena kita tahan terus. Tapi subsidi ini kan membesar, membesar, membesar. Kapan kita bisa menahan, sampai kapan kita bisa menahan ini? Ini pekerjaan kita bersama-sama. Sehingga saya minta kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sekali lagi, memiliki sense yang sama. Berat nahan harga seperti itu, berat.
Beras, di kita masih Rp10.700, di negara lain sudah naik segitu tingginya, ada yang sudah naik 30 persen, ada yang sudah 40 persen, ada yang sudah di atas 60 persen. Dan inflasi larinya kalau sudah semua barang naik, naik, naik, artinya kenaikan inflasi pasti terjadi. Di Amerika itu ndak pernah lebih dari 1 persen, sekarang coba dilihat Amerika sudah di angka berapa? 8,3 persen. Berapa kali lipat? Turki bahkan sudah mencapai hampir 70 persen, bayangkan. Kita masih di 3, alhamdulillah masih di 3,5 persen, patut kita syukuri. Tapi karena kita nahan pertalite, nahan gas, nahan listrik, listrik, begitu itu kita ikutkan ke harga keekonomian ya pasti inflasi kita akan mengikuti naik.
Oleh sebab itu, APBN kita, APBD kita, anggaran yang ada di BUMN, betul-betul harus kita pegang erat agar pemanfaatannya bisa betul-betul ke fokus, ke titik yang kita tuju, karena uangnya gede banget, besar sekali. APBN kita Rp2.714 triliun, APBD Rp1.197 triliun, gede sekali, plus BUMN.
Seperti yang saya sampaikan di Bali, karena ini uang rakyat, APBN, APBD, di BUMN, ini uang rakyat, ya jangan dong kita belikan barang-barang impor. Keliru besar sekali kita kalau melakukan itu. Sehingga muncul Bangga Buatan Indonesia ini, akan saya ikuti terus. Ini pertemuan seperti ini mungkin setiap dua bulan atau tiga bulan akan kita evaluasi, bagaimana angka-angka yang sudah besar sekali.
Sekali lagi jangan APBN, APBD, jangan untuk beli barang-barang impor. Dan yang saya lihat yang hadir di sini, terutama eselon I, eselon II, sekda, ini adalah pengambil kebijakan, pengambil keputusan, dan pelaksana. Policy besarnya iya ada di menteri, gubernur, bupati, wali kota, tapi pelaksanaan keputusan ini ada di Bapak-Ibu semuanya, sehingga kita undang agar kita memiliki pemikiran yang sama.
Saya minta kepada gubernur, bupati, wali kota, sekda, yang paling penting sekarang adalah bagaimana produk-produk lokal, produk-produk unggulan itu segera bisa masuk pada E-Katalog lokal. Segera. Yang punya E-Katalog lokal, baru 46 pemda dari 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi, baru 46 pemda. Padahal untuk membangun E-Katalog lokal ini syaratnya sudah enggak kayak dulu, dulu memang rumit, sekarang sangat simpel.
Saya tadi memastikan pagi tadi kepada Kepala LKPP, Pak Anas, dulu berapa langkah? Dulu delapan langkah, sekarang hanya dua langkah, sangat gampang sekali. Sehingga sekali lagi, saya minta kepala daerah dan sekda ini segera dilakukan. Produk-produk lokal, produk-produk unggulan daerah segera masuk ke E-Katalog lokal.
Kemudian Kadin, HIPMI, dan asosiasi pengusaha agar didorong yang ada di bawah mereka untuk membangun kualitas produk, membuat desain-desain yang baik, membuat kemasan-kemasan yang menarik, dan membangun branding yang bagus. Itu tugasnya sendiri-sendiri. Sehingga nanti semakin banyak produk-produk lokal, produk-produk unggulan daerah itu semuanya masuk ke E-Katalog. Itu akan men-trigger ekonomi daerah, dan itu saya pastikan membuka lapangan kerja yang banyak di daerah tanpa kita sadari.
Kalau dulu, biasanya untuk mengatasi stunting belinya secara nasional. Karena belinya secara nasional, yang bisa menyediakan, menyuplai itu pasti perusahaan besar atau pabrik besar, roti, biskuit untuk stunting. Tapi kalau barang-barang lokal bisa masuk ke E-Katalog lokal, semuanya bisa. Arem-arem masukkan di E-Katalog karena di dalamnya ada telur, ada daging, dan lain-lain, misalnya. Artinya apa? Pengusaha-pengusaha kecil kita, UMKM kita, akan bisa semuanya berputar. Kalau kapasitasnya enggak cukup pasti mereka akan ekspansi. Kalau ekspansi artinya kalau permintaan banyak. Ekspansi artinya menambah tenaga kerja, membuka lapangan kerja. Ini tujuan kita dan produk-produk lokal lainnya.
Dan sekarang sudah saya sampaikan kepada Kepala LKPP, jangan ruwet-ruwet kayak dulu lah, semua produk harus SNI (Standar Nasional Indonesia), semua produk harus SNI. Yang kecil-kecil mana bisa, produk-produk lokal mana bisa kalau semuanya diminta SNI, semuanya. Ini SNI ini tidak wajib. Dulu wajib memang, sekarang tidak wajib. Sekarang yang wajib hanya barang-barang yang berkaitan dengan keselamatan, itu harus SNI. Contoh helm, misalnya, itu harus SNI, benar kalau itu. Hal-hal yang berbahaya misalnya kabel, SNI iya, tapi kalau batu bata masa minta SNI. Kapan mereka bisa masuk ke E-Katalog? Enggak mungkin. Logika-logika kita kadang-kadang nabrak-nabrak, enggak mungkin toh. Batu diminta SNI, pasir diminta SNI, bata dimintakan SNI.
Ya sejak dulu sampai sekarang di E-Katalog kita hanya berapa? Lima puluh dua ribu produk-produk yang masuk dan yang banyak justru banyak yang impor dengan model aggregator. Beli di sana, masukkan sini, beli merek, masukkan e-katalog. Ini yang harus dihindari. Casing saja yang lokal, dalamnya impor semuanya. Hati-hati dengan ini, hati-hati dengan ini.
Sekali lagi, dulu yang masuk ke E-Katalog itu hanya 52 ribu. Baru berapa bulan, Pak Anas? Sekarang sudah 340 ribu produk, dan target kita akhir tahun ini harus di atas satu juta. Dan itu tugas kepala daerah, sekali lagi, sekda, Kadin, HIPMI, dan asosiasi pengusaha bersama-sama.
Kalau ini bisa kita lakukan, sekali lagi, akan terbuka lapangan kerja yang sangat besar sekali. Karena ratusan triliun, belanja barang dan jasa itu ratusan triliun, dan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi kita, pasti itu. Jadi sekali lagi, ini akan kita evaluasi terus, akan diikuti terus oleh BPKP dan dilaporkan terus ke saya oleh Menko.
Dan yang tadi sudah disampaikan, ya saya senang komitmennya sudah mencapai Rp802 triliun, komitmen. Itu untuk kementerian/lembaga dan pemda, Rp802 triliun. Kemudian BUMN Rp296 triliun, komitmen.
Yang kita perlukan adalah realisasi, bagaimana merealisasikan, karena realisasi masih di bawah 10 persen, masih Rp110,2 triliun. Sekarang kita ikuti bisa, harian bisa, komitmennya berapa, mana yang sudah realisasi, komitnya berapa, mana yang sudah realisasi. Inilah yang namanya aplikasi, platform yang ingin kita bangun agar sekali lagi, jangan sampai uang rakyat itu dibelikan produk-produk impor. Salah besar kita dalam kondisi sekarang ini mencari income untuk negara sangat sulit, mencari devisa negara sangat sulit.
Kalau uang di APBN, di APBD, di BUMN malah dibelikan barang impor, produk-produk luar, gimana enggak salah? Salah besar sekali. Kelihatan semuanya, 107 pemda serapannya masih 5 persen, bahkan yang 17 pemda masih nol. Sebetulnya tadi mau saya tayangin, ndak, nanti mungkin bulan-bulan September saja biar kelihatan semuanya. Ini pemda mana, ini kementerian mana, ini lembaga mana, biar kapok ditayangkan. Mana komitmennya seratus, realisasinya hanya lima, nanti baru.
Ini komitmen Rp802 triliun, realisasi Rp110 triliun, tak tunjukin nanti. Ini tadi masih sabar saya, jangan dulu, tunggu dulu, tapi nanti September atau Oktober kita ketemu lagi, saya tayangkan semuanya. Ini DKI Jakarta, ini Aceh, ini Sulawesi Selatan, ini Jawa Tengah, ini Jawa Timur, ini kabupaten A, kabupaten B, kota A, kota B, tak paparin semuanya nanti, buka semuanya. Biar ngerti semuanya mana yang memiliki komitmen terhadap bangsa dan negara untuk membeli produk-produk dalam negeri dan mana yang senangnya beli produk asing, akan kelihatan nanti. Platform kita ini sekarang gampang sekali dibuka.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, kita harus memiliki perasaan yang sama, kepekaan yang sama terhadap situasi yang sangat tidak mudah ini. Dan ini akan ringan kalau kita gotong bersama-sama, kita angkat bersama-sama. Kita harapkan betul-betul ini menetas dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya dan juga mempengaruhi nanti pada growth, pada pertumbuhan ekonomi negara kita Indonesia. Saya rasa itu.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.