Ombudsman RI Sarankan PLN Terapkan Asas Pelayanan Publik
Cakrawalatoday.com — Ombudsman Republik Indonesia memberikan sejumlah saran dalam penyusunan rancangan Peraturan Direksi PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) tentang Penyesuaian Perhitungan Pemakaian Tenaga Listrik (P3TL) dan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL). Hal ini disampaikan Anggota Ombudsman Hery Susanto dalam acara yang digelar PLN, Kamis (3/6/2021) di Yogyakarta.
Hery Susanto menyampaikan lima saran perbaikan kepada PT PLN terkait draf Perdir PT PLN Tentang P3TL. Pertama, pembaruan alat meteran listrik untuk menghindari kesalahan hitung (data dari Kemendag tahun 2020 ada 14 Juta KWH meter listrik kadaluarsa). Kedua, sosialisasi secara masif dari PT PLN jika ada kenaikan tarif listrik dan perubahan kebijakan terkait P3TL.
“Ketiga, hendaknya dilakukan sesuai asas-asas pelayanan publik seperti kepastian hukum, kesamaan hak, keprofesionalan, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, ketepatan waktu, kecepatan waktu, kemudahan dan keterjangkauan sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik,” kata Hery dalam siaran pers bertanggal 3 Juni 2021.
Selenjutnya, yang keempat, pengelolaan keberatan terhadap P3TL harus dikelola dengan baik, berkualitas dan respons cepat, dan mengedepankan cara yang humanis. Dan kelima, keberatan atas penyelesaian kasus P3TL bisa dilakukan dengan pola mediasi.
Sementara itu, dalam pengelolaan kelistrikan, Hery Susanto dalam kesempatan yang sama menyampaikan saran perbaikan kepada PT PLN.
“Pertama, PLN diminta untuk meningkatkan kualitas pengelolaan pengaduan pelayanan publik. Kedua, transparansi dalam regulasi dan SOP PT PLN di unit pelayanan melalui websitenya. Ketiga, meningkatkan pelayanan transmisi jaringan untuk mencegah pemadaman listrik,” ujar Hery.
Lalu keempat, sosialisasi ke publik untuk memperoleh kompensasi persyaratan dan mekanisme hak publik yang dirugikan atas pemakaian listrik. Kelima, integrasi data masyarakat penerima subsidi kelistrikan dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Keenam, evaluasi penyelesaian laporan tentang Penertiban Penggunaan Tenaga Listrik (P2TL) dengan melibatkan partisipasi publik dan kerja sama dengan para pihak terkait. Ketujuh, PT PLN tidak mendominasi dalam P2TL.
Dalam draf Perdir tersebut tertuang frasa mengganti kata “barang bukti” menjadi “hasil pemeriksaan”. Tata cara pelaksanaan P2TL di lapangan dan memberi penekanan bahwa aset bukan milik PLN yang menjadi temuan P2TL harus diambil oleh penyidik. Penyambungan langsung dalam kondisi pemutusan sementara yang Alat Pembatas dan Pengukur (APP) bersangkutan telah diambil petugas PLN (atau yang dibongkar rampung) ditetapkan sebagai penyalahgunaan memengaruhi energi dan batas daya. Tidak mengenakan sanksi/denda akan tetapi memberikan peringatan kepada konsumen yang membantu levering (syarat penyerahan benda) menggunakan instalasi miliknya ke konsumen yang masih dalam proses P2TL perubahan jenis dan golongan pelanggaran pada pelanggaran golongan II, III , dan IV.
Adapun perubahan pelayanan bagi pelanggan listrik yakni, pertama, memindahkan meter dalam satu persil, bukan lagi ditetapkan sebagai pelanggaran penyalahgunaan energi listrik, selama pemakaian energinya masih tetap terukur. PT PLN akan memberikan sosialisasi bahwa hal tersebut harus dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi. Kedua, pelanggan yang sudah dilakukan pemutusan sementara karena tunggakan rekening listrik lalu dengan sengaja menyambung kembali tanpa ijin PLN, bukan lagi ditetapkan sebagai pelanggaran penyalahgunaan energi listrik, selama pemakaian energinya masih tetap terukur.
Ketiga, bahwa jawaban atas surat pengajuan keberatan, pelanggan memperoleh kepastian atas surat keberatan karena sudah ditetapkan waktu maksimal yang harus direspon oleh PLN, dari 30 hari kerja menjadi paling cepat maksimal 15 hari kerja.
Menurut Hery Susanto, PT PLN telah membangun tradisi baru yang aspiratif dan kolaboratif dalam korporasi BUMN kelistrikan itu. Di mana dalam penyusunan Perdir perusahaan BUMN tersebut melibatkan secara langsung para pihak terkait dan masyarakat guna memberikan masukan dalam penyusunan regulasi PT PLN. Regulasi itu tentunya berimplikasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik khususnya di substansi kelistrikan.
“Kegiatan yang dilakukan PT PLN ini merupakan terobosan positif yang aspiratif dan kolaboratif dengan para pihak terkait khususnya elemen masyarakat. Ini harus diikuti oleh para penyelenggara pelayanan publik lainnya. Kami akan menyampaikan kepada kementerian/lembaga guna melakukan langkah tersebut,” kata Hery Susanto.
Menurutnya, peran yang berbeda antara masyarakat dengan Ombudsman RI bukanlah saling bertentangan, melainkan melengkapi satu sama lain dalam rangka pengawasan eksternal terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsur yang dapat menunjang terlaksananya fungsi, tugas dan kewenangan Ombudsman RI sebagai lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik. Hal itu tentunya berlaku juga bagi penyelenggara pelayanan publik khususnya PT PLN.
“Tanpa partisipasi masyaraka, dapat dipastikan bahwa pengawasan dan penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan maksimal sebagaimana harapan banyak kalangan. Permasalahan pelayanan publik yang sering dilaporkan masyarakat ke Ombudsman dalam substansi kelistrikan yakni Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), kenaikan biaya tarif/ tagihan listrik, permohonan sambungan baru, kasus pungutan liar dan pemadaman listrik,” pungkas Hery Susanto.
Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya perwakilan dari Kementerian ESDM, Jajaran PT PLN dari pusat dan daerah, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, pimpinan YLKI dan perwakilan kalangan masyarakat pegiat kelistrikan.**
Abs