Ombudsman Desak Presiden Batasi Rangkap Jabatan di BUMN
Cakrawalatoday.com — Ombudsman RI meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan presiden (perpres) untuk memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan jabatan struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Itu karena ada ratusan komisaris yang terindikasi memiliki rangkap jabatan di BUMN dan di anak usaha BUMN.
Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih menduga persoalan banyaknya komisaris yang memiliki rangkap jabatan di perusahaan pelat merah ini terjadi karena ada upaya meningkatkan remunerasi.
Diketahui, remunerasi adalah pemberian gaji atau imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya.
“Kami harus jujur ya, terbiasa kadang-kadang berkelit dengan alasan macam-macam tapi kami setelah mendalami, saya bertemu dengan Pak Erick Thohir (Menteri BUMN) kesimpulannya rangkap jabatan ini semata-mata masalahnya adalah keinginan untuk meningkatkan remunerasi,” ungkap Ahmad dalam Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021), mengutip CNNIndonesia.com.
Oleh karena itu, Ahmad menyatakan pihaknya telah memberikan catatan khusus kepada Jokowi agar persoalan rangkap jabatan di BUMN bisa segera diselesaikan. Ia berharap peningkatan remunerasi tidak mengganggu rasa keadilan sesama pejabat di dalam pemerintahan itu sendiri.
“Kami sudah berikan catatan khusus ke Presiden agar terbitkan perpres pembatasannya (pembatasan jabatan) agar bisa dijalankan, agar lebih efektif,” jelas Ahmad.
Dilansir CNNIndonesia.com, mengutip Laporan Tahunan Ombudsman RI 2020, lembaga itu menemukan 397 komisaris yang terindikasi rangkap jabatan di BUMN selama 2019. Lalu, 167 komisaris rangkap jabatan di anak usaha BUMN.
Bukan cuma itu, Ombudsman juga menemukan dominasi beberapa kementerian/lembaga (k/l) tertentu dalam penempatan komisaris di BUMN. Berdasarkan data yang dimiliki Ombudsman, 112 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan di non-kementerian.
Kemudian, 254 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan di kementerian. Lalu, 31 komisaris BUMN di lingkungan akademisi, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Dengan temuan ini, Ombudsman bukan hanya meminta ada perpres pembatasan pejabat struktural, tapi juga meminta ada pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Ombudsman juga meminta Kementerian BUMN untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN agar lebih jelas dalam mengatur penetapan kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme, hak dan kewajiban komisaris di BUMN, serta akuntabilitas kinerja komisaris BUMN.**