Alur Pengembangan Vaksin Corona Hingga Diproduksi Massal, Begini Paparan Pemerintah
Cakrawalatoday.com – Pemerintah menjelaskan alur pengembangan vaksin virus Corona (COVID-19). Pengembangan vaksin harus melalui serangkaian proses sebelum akhirnya bisa diproduksi secara massal.
Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, mengutip Detikcom, menjelaskan proses awal sebelum pengembangan vaksin dilakukan adalah penelitian dasar, di mana sel-sel terkait virus diperbanyak dan diekstraksi sebagai dasar vaksin. Selanjutnya, proses akan masuk ke tahap uji preklinis.
“Tentunya dalam uji ini untuk mengetahui keamanan bila nantinya diujikan pada manusia. Jadi kembali lagi saya ingatkan bahwa uji preklinis itu untuk memastikan bahwa vaksin ini nanti aman apabila diujikan pada manusia. Sebelum dipakai, diujikan dulu pada hewan,” kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan kanal YouTube BNPB, Kamis (22/10/2020).
Fase Uji Klinis
Setelah uji preklinis selesai, vaksin akan memulai uji klinis tahap 1 dengan jumlah sampel minimal 100. Uji klinis tahap pertama ini akan menilai dan memastikan keamanan dosis vaksin bagi manusia.
“Dan ini untuk menilai dan memastikan keamanan pada manusia serta menilai farmakokinetik dan farmakodinamik. Jadi bagaimana proses vaksin tersebut masuk kepada manusia dan melalui proses farmakokinetik dan farmakodinamik. Dan di dalam uji klinis fase 1 ini untuk menentukan rentang dosis aman. Pertama sudah diuji preklinis pada hewan percobaan untuk memastikan bahwa itu aman untuk manusia, berikutnya lagi uji klinis fase 1 untuk memastikan keamanan dosis pada manusia,” ujar Wiku.
Selanjutnya, dalam uji klinis fase 2, vaksin akan diuji pada 100-500 sampel. Dalam uji klinis fase ini akan dilihat rentang dosis optimal dan penentuan frekuensi pemberian dosis vaksin yang tepat.
“Kita ingin memastikan dan menilai bahwa keamanan pada manusia itu dapat tercapai dan menilai efektivitasnya, serta kembali lagi menentukan rentang dosis optimalnya, dan menentukan frekuensi dari pemberian dosis yang paling optimal, serta menilai efek samping jangka pendek,” jelas Wiku.
Berikutnya, pada uji klinis fase 3, vaksin akan diuji pada sampel minimal 1.000 hingga 5.000 orang. Tujuannya adalah melihat efektivitas vaksin pada populasi yang lebih besar.
“Dan ini tujuannya adalah menilai dan memastikan keamanan, efektivitas, keuntungan yang melebihi risiko penggunaan pada populasi yang lebih besar,” tuturnya.
Persetujuan
Setelah semua uji klinis selesai, selanjutnya akan masuk ke tahap persetujuan yang diberikan lembaga pengawas obat serta lembaga kesehatan. Jika disetujui, vaksin baru bisa diproduksi dalam jumlah besar.
“Di dalam fase persetujuan ini kita pastikan dapat persetujuan dari lembaga pengawas obat dan makanan serta kesehatan. Di dalam proses ini tentunya apabila semuanya sudah berjalan dengan baik, maka bisa masuk ke dalam proses persetujuan yang dilanjutkan dengan pembuatan vaksin dalam jumlah besar,” ujar Wiku.
Menurut Wiku, hingga saat ini, belum ada negara di dunia yang sudah memproduksi vaksin Corona secara massal. Indonesia sendiri saat ini tengah mengupayakan pengadaan vaksin serta memproduksi vaksin secara mandiri.
“Masyarakat tidak perlu khawatir akan kelompok prioritas penerima vaksin. Pemerintah tetap mengupayakan pemerataan penerima vaksin nasional untuk menciptakan kekebalan komunitas atau herd immunity,” tegasnya.
Pemerintah Memastikan
Ada sejumlah kandidat vaksin Corona yang akan digunakan di Indonesia, di antaranya Sinovac dan Sinopharm dari China serta AstraZeneca dari Inggris. Wiku mengatakan masing-masing vaksin harus memenuhi tahapan sesuai ketentuan sebelum akhirnya bisa diberikan kepada masyarakat Indonesia.
“Pemerintah terus berkoordinasi dengan para pengembang vaksin untuk memastikan bahwa vaksin-vaksin yang dikembangkan dapat lolos seluruh tahapan uji klinis sebelum nantinya mendapat persetujuan dari Badan POM untuk diproduksi secara massal,” ungkap Wiku.
“Setelah seluruh tahapan ini dilakukan, dan telah memberikan hasil yang sesuai standar yang telah ditentukan, maka vaksin akan memperolah persetujuan dari lembaga pengawas obat dan makanan serta kesehatan. Setelah mendapat persetujuan, vaksin baru dapat diproduksi secara massal,” pungkasnya.**