Berita TerbaruBerita UtamaNasional

Januari 2020, Utang Pemerintah Bengkak Rp39 T dan Defisit APBN Capai Rp36,1 T

CAKRAWALATODAY.COM – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah hingga akhir Januari 2020 sebesar Rp4.817 triliun. Angka itu meningkat 0,81 persen atau Rp39 triliun dibandingkan posisi Desember 2019 sebesar Rp4.778 triliun.

Berdasarkan data Kemenkeu, 84,4 persen atau mayoritas utang pemerintah berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp4.065 triliun. Lebih detail, SBN domestik sebesar Rp2.990 triliun dan SBN berbentuk valuta asing (valas) sebesar Rp1.075 triliun.

Sementara, sisanya sebanyak 15,61 persen berasal dari pinjaman. Jika dirinci, pinjaman dalam negeri sebesar Rp9,56 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp751,9 triliun.

Dalam hal ini, pinjaman luar negeri terdiri dari empat sumber. Detailnya, bilateral sebesar Rp289,07 triliun, multilateral Rp414,86 triliun, dan commercial bank Rp38,41 triliun.

Dengan peningkatan utang pemerintah, posisi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini sebesar 30,21 persen. Kendati begitu, angkanya masih di bawah batas aman yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 60 persen.

Sementara, pemerintah juga mencatat terjadi defisit APBN pada Januari 2020 sebesar Rp36,1 triliun. Defisit tersebut sebesar 0,21 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Realisasi defisit tersebut lebih rendah dari posisi Januari 2019. Tercatat, awal tahun lalu defisit APBN sebesar Rp45,1 triliun atau 0,29 persen dari PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan defisit terjadi karena penerimaan yang lebih rendah dibandingkan dengan belanja negara. Tercatat, penerimaan negara hanya sebesar Rp103,7 triliun atau 4,6 persen dari target di APBN 2020 yang sebesar Rp2.233,2 triliun.

Sebaliknya, belanja negara sudah mencapai 6,5 persen dari target APBN 2020 yang sebesar Rp2.540,4 triliun. Itu artinya pemerintah sudah membelanjakan dana APBN sebesar Rp139,8 triliun.

“Untuk awal tahun ini defisit sebesar Rp36,1 triliun, lebih rendah dari Januari 2019 yang Rp45,1 triliun,” ungkap Sri Mulyani, Rabu (19/2) kemarin, dikutip CNNIndonesia.com.

Defisit tersebut sebesar 0,21 persen berasal dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Realisasi defisit lebih rendah dari posisi Januari 2019. Tercatat, awal tahun lalu defisit APBN sebesar Rp45,1 triliun atau 0,29 persen dari PDB.

Di sisi lain, belanja negara tercatat sebesar Rp139,8 triliun atau 6,5 persen dari target APBN 2020 yang sebesar Rp2.540,4 triliun. Dengan realisasi tersebut, belanja negara pada Januari 2020 turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar 9,1 persen, sedangkan penerimaan negara turun 4,6 persen.

“Untuk awal tahun ini defisit sebesar Rp36,1 triliun, lebih rendah dari Januari 2019 yang Rp45,1 triliun,” ungkap Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyatakan penurunan belanja negara awal tahun ini karena belanja bantuan sosial (bansos) tak sekencang seperti Januari 2019. Ia bilang pemerintah mengubah kebijakan penyaluran bansos tahun ini.

“Kalau tahun lalu ada tambahan bansos pada Januari saja kalau 2020 ini diubah menjadi rata 12 bulan,” kata Sri Mulyani.

Lebih lanjut, keseimbangan primer minus Rp13,6 triliun pada Januari 2020. Walaupun masih minus, tapi bisa dibilang lebih baik dibandingkan dengan posisi Januari 2019 yang minus mencapai Rp22,1 triliun.

Sementara, pembiayaan anggaran tercatat sebesar Rp68,2 triliun pada Januari 2020. Angkanya jauh lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp123,7 triliun.

Pembiayaan anggaran pada awal tahun ini setara 22,2 persen dari asumsi APBN 2020 yang ditetapkan sebesar Rp307,2 triliun. Sementara, pembiayaan anggaran pada Januari 2019 sudah jauh lebih besar mencapai 41,8 persen dari asumsi APBN yang sebesar Rp296 triliun.**

Sumber: CNN Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button