Diduga Langgar Aturan Partai, Megawati Digugat Kader
CAKRAWALATODAY.COM – Kader Partai PDIP, Imran Mahfudi menggugat Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ke Pengadilan Negeri Banda Aceh. Ia menggugat hasil Konferensi Daerah V PDIP yang digelar Agustus 2019 lalu yang dinilainya tidak sah.
Gugatan telah teregister dengan nomor perkara 10/Pdt.Sus.Parpol/2020/PN-BNA.
Imran Mahfudi keberatan dengan langkah Megawati yang menunjuk Muslahuddin Daud sebagai ketua DPD PDIP Aceh. Padahal, penunjukan ketua DPD seharusnya dilakukan dengan musyawarah para kader PDIP Aceh, bukan oleh DPP.
“Namun yang terjadi, DPP partai langsung menunjuk Muslahuddin Daud sebagai Ketua DPD tanpa proses pemilihan atau musyawarah mufakat dengan peserta Konferda. Ini adalah pelanggaran terhadap anggaran dasar partai,” kata Imran Mahfudi saat dikonfirmasi, Rabu (12/2/2020).
Imran yakin DPP PDIP telah mengambil alih kewenangan yang dimiliki forum Konferda untuk menentukan ketua DPD PDIP Aceh. Imran sendiri merupakan mantan calon ketua DPD PDIP Aceh pesaing Muslahuddin Daud yang dipilih DPPP.
Imran juga mengatakan bahwa Ketua DPD PDIP Aceh yang dipilih DPP, yaitu Muslahuddin Daud, hanya diusulkan oleh satu DPC saja. Namun DPP tetap menunjuk yang bersangkutan sebagai ketua DPD.
Akibat dugaan pelanggaran terhadap anggaran dasar partai itu, kepengurusan yang dihasilkan dari Konferda menjadi tidak sah. Seluruh tindakan mewakili partai, kata Imran, juga menjadi tidak sah termasuk ketika DPD PDIP Aceh menghadiri Kongres V PDIP di Bali Agustus 2019 lalu.
Dikarenakan ada peserta kongres yang tidak sah, berakibat pada tidak sahnya pelaksanaan Kongres V PDI Perjuangan. Diketahui, dalam Kongres PDIP di Bali, Megawati Soekarnoputri terpilih kembali menjadi Ketua Umum.
“Di dalam petitum gugatan disamping meminta majelis hakim menyatakan tidak sah Konferda V PDIP Aceh, juga meminta agar dinyatakan tidak sah Kongres V PDIP,” katanya.
Imran menjelaskan, sebelum melayangkan gugatan ke pengadilan negeri, pihaknya telah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Mahkamah Partai pada tanggal 8 Agustus 2019.
Namun, sampai dengan saat ini Mahkamah Partai belum mengadili permohonan tersebut. Sesuai ketentuan UU Partai Politik, kata Imran, Mahkamah Partai wajib mengadili dalam jangka waktu enam puluh hari.
“Saya lebih senang apabila menempuh upaya penyelesaian melalui Mahkamah Partai, namun karena Mahkamah Partai pun tidak tunduk pada ketentuan UU, tidak ada pilihan bagi saya selain membawa persoalan ini ke Pengadilan,” katanya.**
Sumber: CNN Indonesia