Dana Bos Langsung ke Rekening Sekolah, Tak Lagi Lewat Pemda
CAKRAWALATODAY.COM – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan resmi merombak skema penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS). Skema baru itu mulai diterapkan pada 10 Februari 2020.
Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran dana BOS sebesar Rp54,32 triliun atau naik 6,35% dibandingkan tahun sebelumnya. Pencairan akan dilalukan tiga tahap, di mana tahap pertama dicairkan Rp9,8 triliun untuk 136.579 sekolah di 34 provinsi di Indonesia.
Pengubahan skema penyaluran ini akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang perubahan atas PMK Nomor 48 tahun 2019 tentang pengelolaan DAK Non Fisik. Adapun pokok perubahan tersebut adalah penyaluran langsung ke sekolah sesuai ketentuan yang berlaku, percepatan tahap penyaluran, dan penyederhanaan administrasi pelaporan.
Sementara tujuan pengubahan skema penyaluran, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut dalam rangka mendukung program merdeka belajar yang digagas oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Lalu, mempercepat penyaluran, meningkatkan akurasi, dan menjaga akuntabilitas.
“Rencananya untuk 10 Februari, 136.579 sekolah yang akan mendapat Rp9,8 triliun, dana tersebut bisa membantu sekolah beroperasi,” kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2020).
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan pencairan dana BOS langsung ke rekening sekolah. Sebelumnya, proses transfer ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD).
“Sebelumnya Kementerian Keuangan transfer ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), sekarang langsung ke rekening sekolah,” kata Nadiem di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2020).
Ketiga kementerian ini sepakat mengubah skema pencairan dana BOS. Pengubahan skema itu hanya berlaku pada dana BOS reguler, dan tidak berlaku pada BOS kinerja dan BOS afirmasi.
Bagaimana perhitungan dana BOS tersebut?
Perubahan skema berlaku untuk seluruh sekolah di Indonesia, terutama kepada sekolah negeri dan beberapa sekolah swasta yang menerima. Perubahan yang terjadi adalah pada besaran unit cost, di mana untuk Sekolah Dasar (SD) menjadi Rp 900 ribu per anak dari yang sebelumnya Rp 800 ribu.
Lalu, untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi Rp1,1 juta per anak dari yang sebelumnya Rp1 juta. Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi Rp1,5 juta per anak dari yang sebelumnya Rp1,4 juta, dan untuk SMK tetap sama yaitu Rp2 juta per anak.
Mengenai skema penyalurannya juga berubah, yaitu hanya menjadi tiga tahap dari sebelumnya empat tahap. Pada skema baru ini besaran tahap I adalah 30%, tahap II 40%, dan tahap III sebesar 30%. Adapun, pencairan tahap I paling cepat pada bulan Januari, tahap II paling cepat bulan April, dan tahap III bulan September.
Tidak hanya itu, perubahan lainnya adalah penetapan SK sekolah penerima dilakukan oleh Kemendikbud dengan verifikasi data oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Sebelumnya, penetapan SK sekolah penerima dilakukan pemerintah daerah.
Lalu, batas akhir pengambilan data 1 x per tahun setiap tanggal 31 Agustus untuk mencegah keterlambatan APBD-Perubahan. Sebelumnya, batas akhir pengambilan data 2 x per tahun yaitu tanggal 31 Januari dan 31 Oktober.
Selanjutnya, dana BOS juga bisa digunakan untuk pembayaran guru honorer yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) maksimal 50%. Intinya bukan untuk membiayai guru honorer baru. Sebelumnya, pembayaran maksimal hanya 15% di sekolah negeri, dan 30% di sekolah swasta.
Skema yang terakhir, kata Nadiem, adalah tidak ada alokasi maksimal maupun minimal pemakaian dana BOS untuk buku maupun pembelian alat multimedia. Sebelumnya, pembelian buku dibatasi sebesar 20%, dan pembelian alat multimedia ditentukan kualitas dan kuantitas.**
Sumber: Detikcom