Menggali Jantung Rokan, Memperpanjang Napas Energi Nasional
Foto dan Narasi oleh Abbas Abdurrahman
RANGKAIAN pipa bor (drill string) berputar dengan kecepatan konstan, memberikan tekanan mata bor (Weight on Bit/WOB) untuk menembus formasi batuan reservoir di kedalaman perut bumi. Di atas lantai bor (rig floor), beberapa juru bor (driller) dan kru menara (roustabouts) fokus mengawasi, memastikan operasi pengeboran (drilling operation) berjalan sesuai prosedur. Di dalam kabin juru bor yang berjarak beberapa meter, operator memantau dengan saksama semua parameter pengeboran melalui monitor.
Hari mulai senja ketika saya bersama rombongan media tiba di lokasi, anjungan bor (Rig) di Rangau 30, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Riau. Pada Rabu, 24 September 2025, tim pengeboran telah menginjeksikan rangkaian casing atau pipa bor sepanjang lebih dari 300 kaki (feet), dari target kedalaman akhir (Total Depth/TD) 6.704 kaki. Dengan daya 750 Horsepower (HP) kapasitas maksimum kedalaman mencapai 8.800 kaki, pekerjaan mencapai lapisan prospek atau zona reservoir minyak diprediksi akan tercapai sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Ketahanan Energi dan Masa Depan Rokan
Di jantung pulau Sumatra, membentang Wilayah Kerja (WK) Rokan, sebuah ladang minyak legendaris yang telah menjadi tulang punggung energi nasional selama lebih dari delapan dekade. Sejak pertama kali minyak ditemukan di Sebanga dan kemudian Lapangan Duri dan Minas pada tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun 1951, kawasan operasi seluas 67,28 km² di Provinsi Riau ini telah menghasilkan lebih dari 2,75 miliar barel minyak mentah, menjadikannya salah satu ladang minyak terbesar dan terproduktif di Indonesia.
Namun, layaknya sumur yang terus ditimba, dan di usia produksi yang melewati 70 tahun, tantangan keekonomian dan penuaan lapangan tak terhindarkan.

Pada 9 Agustus 2021, sebuah babak baru dimulai. Tongkat estafet pengelolaan WK Rokan resmi berpindah tangan dari kontraktor asing ke pangkuan Ibu Pertiwi, dikelola oleh PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), anak perusahaan dari Pertamina Hulu Energi (PHE). Alih kelola ini bukan sekadar pergantian nama, melainkan sebuah misi vital: memperpanjang napas energi nasional dari “tambang emas hitam raksasa” ini.
Strategi Multi-Lapis PHR: Dari Konvensional hingga CEOR
Wilayah Kerja Rokan saat ini memproduksi seperempat minyak mentah nasional atau sepertiga dari total produksi Pertamina. Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan, Ruby Mulyawan, menegaskan bahwa kinerja positif ini adalah buah dari investasi besar dan strategi yang tepat.
WK Rokan menjadi penyumbang produksi minyak terbesar di Indonesia setidaknya pada tahun 2024. Direktur Utama PHR Ruby Mulyawan mengungkapkan, ada 12 ribu sumur yang dikelola terdiri dari berbagai jenis mulai dari sumur produksi hingga sumur observasi.
“Sumur aktif yang saat ini ada di PHR itu sekitar 12 ribu sumur, berbagai macam, baik sumur produser, sumur injektor, dan sumur observasi. Sumur produser juga dengan menggunakan artificial lift yang berbagai macam tipe juga, karena tadi sudah cukup mature sehingga natural flow tidak ada lagi di PHR dan semuanya membutuhkan artificial lift,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Selasa (10/6/2025), melansir CNBC Indonesia.
WK Rokan memiliki kontribusi penting terhadap ketahanan energi nasional, mendukung target pemerintah mencapai 1 juta bph minyak dan 12 BSCFD gas pada 2030. PHR menyadari, untuk mempertahankan Rokan sebagai produsen minyak terbesar di Indonesia, diperlukan strategi multi-lapis yang agresif dan inovatif. Strategi-strategi itu antara lain:
Minyak Konvensional: Pengeboran Masif
Langkah pertama PHR adalah menggenjot produksi dari sumur-sumur yang sudah ada dengan program pengeboran masif (batch drilling). Kepercayaan terhadap sumber daya manusia (SDM) lokal menjadi kunci.
General Manager Zona Rokan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Andre Wijanarko, dalam paparannya kepada media di Pekanbaru, Rabu (24/9/2025) menekankan, tantangan terbesar PHR saat ini adalah bagaimana mempertahankan laju produksi yang cenderung menurun secara alami (decline rate) hingga 35-40% per tahun. “Kalau kita nggak ngapa-ngapain, 40 persen itu hilang,” tegasnya.

Tahun 2025, PHR menargetkan pengeboran hingga 558 sumur dan didukung oleh 28 rig pengeboran serta puluhan rig untuk workover/well intervention. Angka ini menjadikan Zona Rokan sebagai wilayah kerja dengan aktivitas pengeboran terbesar di Indonesia.
PHR juga gencar menerapkan teknologi terkini untuk menggarap sumur-sumur yang sulit. Mereka menyasar reservoir yang batuan-batuannya itu susah mengalir. “Bukan tidak bisa mengalir, tapi susah mengalir,” ucap Andre.
Membuka Kunci Terakhir: EOR dan CEOR
Setelah minyak konvensional diambil, masih ada sisa-sisa minyak yang “bandel” tertinggal di bawah tanah. Di sinilah peran teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) masuk, dengan harapan dapat menambah cadangan terbukti Blok Rokan yang diperkirakan masih mencapai 500 juta hingga 1,5 miliar barel.

PHR tidak hanya berfokus pada EOR, tetapi juga menargetkan tingkatan yang lebih kompleks: Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR). Tahun ini PHR telah berhasil melakukan pilot implementation Simple Surfactant Flood (SSF) di 3 patterns (BLSO 075, BLSO 330, dan BLSO 353) dengan hasil yang menggembirakan. Program ini berlanjut dengan alkaline surfactant polymer di area A, yang direncanakan akan diinjeksikan pada akhir Desember tahun ini, serta polymer injection di area D lapangan Minas yang diharapkan dapat terealisasi tahun ini.
Salah satu proyek andalan adalah Minas CEOR Stage-1 Area-A. Teknologi ini bekerja dengan menginjeksikan bahan kimia, seperti surfaktan, untuk menurunkan tegangan antarmuka antara minyak bumi dan air.
Minyak Non-Konvensional (MNK)
PHR juga mulai berani melangkah ke depan dengan menggarap potensi Migas Non-Konvensional (MNK) di Rokan. Ini adalah eksplorasi terhadap sumber daya yang lebih sulit dijangkau, sering kali membutuhkan teknologi pemboran dan fracing khusus.
PHR melakukan terobosan dengan teknologi multi-stage fracturing (MSF), sebuah teknologi yaang diadaptasi dari Amarika dan Amerika Selatan. Dalam kesempatan sebelumnya pada Agustus 2024, dilansir phe.pertamina.com, Andre Wijanarko mengatakan, eksekusi proyek MSF sumur horizontal tersebut dilakukan selama kurang lebih tiga bulan sejak April 2024, dan mulai diproduksikan sejak 27 Juli 2024 di Lapangan Kotabatak PHR, Kabupaten Kampar, Riau, dengan hasil produksi di atas 500 BOPD. Proyek ini merupakan proyek sumur MSF horizontal dengan 8 Stage yang pertama di Pertamina.

Ia menyebut, PHR terus berupaya agar angka produksi migas dari Blok Rokan terus bertambah, salah satunya dengan menjalankan proyek MSF sumur horizontal. “Kita telah menyelesaikan sumur pertama dan Alhamdulillah hasilnya positif,” kata Andre.
Proyek multi-stage sumur horizontal merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan recovery minyak di lapisan low quality reservoir. Penggunaan metode MSF pada sumur horizontal dapat meningkatkan (recovery) sumur produksi berdasarkan jumlah fracturing (perekahan) yang dilakukan pada lateral section sumur horizontal tersebut.
Teknik fracturing merupakan salah satu metode stimulasi sumur minyak dengan prinsip kerja merekahkan reservoir dengan cara menginjeksikan fluida dengan tekanan tinggi di atas tekanan formasi.
Kontribusi untuk Ketahanan Energi Nasional
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) terus mencatatkan capaian gemilang dalam upaya menjaga ketahanan energi nasional. Pada Juli 2025, PHR berhasil melakukan Put On Production (POP) atau mengalirkan minyak dari 70 sumur baru di wilayah kerja Zona Rokan.
Capaian ini sekaligus menjadi angka tertinggi POP sumur baru per bulan PHR sejak alih kelola. Keberhasilan ini tidak hanya menjadi rekor baru bagi PHR, tetapi juga menjadi tonggak sejarah penting bagi industri hulu migas di Indonesia. Adapun 70 sumur yang berhasil di POP berasal dari lapangan Balam South, Bangko, Duri, Libo SE, Menggala North, Menggala South, Minas, Obor, Pelita, Pematang, Petani, Petapahan, Pungut, Sintong, Sintong SE, Ubi dengan total potensi kontribusi minyak sekitar 3.400 BOPD.
“Hal ini tentunya menjadi motivasi bagi kami untuk terus meningkatkan kinerja dan kontribusi dalam upaya menjaga ketahanan energi nasional. Melalui pelbagai inisiatif dan inovasi, kami terus berupaya meningkatkan produksi di Zona Rokan.” kata GM Zona Rokan, Andre Wijanarko melalui rilis, Rabu (28/8/2025).
Dengan program pengeboran masif, implementasi EOR, dan pengembangan MNK, PHR tidak hanya menargetkan peningkatan produksi, tetapi juga memastikan ketahanan energi negeri. Blok Rokan, yang semula dikhawatirkan akan meredup, kini kembali menggeliat, memancarkan optimisme bahwa Indonesia dapat terus mandiri dalam memenuhi kebutuhan energinya.
PHR telah menunjukkan bahwa dengan semangat nasional, keberanian investasi, dan adopsi teknologi mutakhir, jantung energi tertua di Indonesia ini akan terus berdetak, memperpanjang nafas dan kedaulatan energi bangsa hingga puluhan tahun mendatang. **


