Legislator Riau Soroti Nasib Guru Honorer dan Operator Sekolah dalam Revisi UU Sisdiknas

CAKRAWALATODAY.COM – Komisi X DPR RI terus menunjukkan keseriusannya dalam merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Komitmen ini terlihat dari berbagai kunjungan kerja yang dilakukan, menegaskan upaya DPR untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adaptif, terintegrasi, dan responsif terhadap perubahan zaman.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia (MPK) dan Perkumpulan Guru Madrasah (PGM) Indonesia, Senin (19/5/2025), Anggota Komisi X DPR RI, Dr Hj Karmila Sari, menyoroti pentingnya peningkatan kesejahteraan para pengabdi pendidikan. Perhatian khusus diberikan kepada guru honorer dan operator sekolah yang telah berdedikasi puluhan tahun.
Karmila mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib mereka yang sudah berbakti hingga 20 tahun namun tidak diakui dalam kategori yang diatur undang-undang.
“Bagaimana mungkin seseorang yang sudah 20 tahun mengabdi, bahkan sampai ‘menggadaikan’ statusnya dari swasta menjadi honorer, tidak masuk dalam kategori yang diakomodasi oleh undang-undang?” ujarnya.
Tak hanya guru honorer, Karmila juga menyoroti nasib operator sekolah, terutama di daerah. Banyak dari mereka yang sudah lama mengabdi, namun kesejahteraannya masih minim. “Mereka yang sudah lama ini, nanti tiba-tiba muncul yang ketahuan saja, tapi kalau yang tidak tahu atau tidak kritis, maka akumulasi kesejahteraan mereka juga tidak terlalu signifikan,” ungkapnya.
Menurut Karmila, kesejahteraan yang minim dapat berdampak pada kualitas pendidikan. Ia mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas dapat memberikan jaminan kenyamanan bagi para pengabdi pendidikan, sehingga mereka dapat fokus memberikan yang terbaik bagi siswa.
“Jangan sampai kita ini sibuk mengurus kesejahteraan, sehingga akhirnya mereka tidak memberikan yang terbaik lagi kualitas pada anak-anak didik,” tambah Karmila.
Lebih lanjut, Karmila berharap adanya harmonisasi peraturan yang tidak mendiskriminasi, terutama antara Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama, karena tujuan utamanya adalah memajukan pendidikan.
Terkait otonomi daerah, Karmila mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota seringkali tidak terlalu besar, sehingga menyulitkan upaya peningkatan kesejahteraan guru dan operator.
“Kita menyarankan agar kebijakan disesuaikan dengan kondisi daerah,” ucapnya.
Ia juga menekankan pentingnya memaksimalkan peran lembaga swasta yang sangat membantu pendidikan. “Dan yang sudah mengabdi sampai rambut memutih, tidak perlu lagi mereka yang muda dilimpahkan pada daerah, ini bagus kita masukkan langsung di dalam undang-undang lebih jelas,” pungkas Karmila. **