Jauhi Halusinasi AI, EduForAll Ajarkan 100 Mahasiswa UIR Cara Bijak Gunakan Kecerdasan Buatan

Cakrawalatoday.com — Penggunaan akal imitasi (AI) di kalangan mahasiswa mulai menimbulkan kekhawatiran serius akan penumpulan daya pikir kritis. Kekhawatiran ini juga berlanjut pada integritas akademis. AI memang memudahkan mahasiswa untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Namun kemudahan itu membuat mereka rentan menyerahkan seluruh proses belajar pada AI.
Merespon ancaman ini, Education for All Movement (EduForAll) mengadakan seminar “University AI Talk UIR x EduForAll x YSEALI: Opportunities, Risks, & Ethical Use for Education and Self-Growth” pada Senin, 13 Oktober 2025. Kegiatan ini dihadiri Wakil Dekan I FIKP UIR Dr Muhammad Ilyas.
Kegiatan tersebut berlangsung di aula Zaini Kunin, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam Riau (UIR). Sekitar 100 mahasiswa ditambah dosen UIR dari berbagai jurusan antusias menyimak penjelasan pemateri, Livia Octaviani. Livia adalah alumni Young SouthEast Asia Leader Initiative (YSEALI) yang mendalami bidang AI.
Ia menyorot minimnya pembahasan etika penggunaan AI di Riau. “EduForAll merupakan salah satu yang pertama,” ucapnya.
Livia memaparkan bahwa AI seperti pedang bermata dua, memiliki peluang serta risikonya tersendiri. AI memang memudahkan mahasiswa mengerjakan tugas-tugas kuliah, namun hal itu dapat menimbulkan ketergantungan. Ketergantungan inilah yang akan menumpulkan pikiran.
Dampak ketergantungan semakin parah mengingat kecerdasan buatan tidak selalu tepat. AI rentan mengalami halusinasi. Suatu fenomena ketika penjelasan yang terdengar sangat meyakinkan malah mengandung misinformasi. Halusinasi AI membuat mahasiswa rentan memasukkan informasi atau bahkan sitasi palsu pada penelitian mereka.
Di sisi lain, melarang penggunaan AI bukanlah solusi yang tepat. Eksistensi larangan tidak akan berguna ketika mahasiswa bisa mengakses teknologi ini langsung dari genggaman tangannya secara gratis.
“Hanya penggunaan AI yang bijak dapat meminimalisir kekhawatiran akan menurunnya daya pikir kritis serta pelanggaran akademik. Justru dosen dan mahasiswa bisa menggunakan kecerdasan buatan demi meningkatkan kualitas akademik tanpa harus mengurangi daya pikir kritis,” ulas Livia.
Menurutnya, dosen dapat menggunakan AI sebagai teman dalam merancang presentasi materi pembelajaran yang lebih menarik. Teknologi ini juga dapat membantu menyederhanakan materi yang rumit-rumit.
Sementara bagi mahasiswa, bisa membuat perencanaan belajar yang lebih baik. Mahasiswa juga dapat menjadikan AI sebagai teman dengan level pakar yang bisa dibawa ke mana-mana. Kemudahan ini memberikan mahasiswa kesempatan untuk menyerap ilmu dari berbagai bidang dengan lebih cepat.
Seorang akademisi mesti menunjukkan secara rinci penggunaan AI dalam tulisannya. Tujuannya agar publik memahami bagian mana saja yang memang dibantu AI dan mana yang bukan. Transparansi seperti ini akan sangat membantu menghindari kecurigaan seluruh bagian karyanya dibuat menggunakan AI.
Selain pentingnya transparansi, AI sebaiknya hanya digunakan ketika benar-benar berguna. “Jangan gunakan AI untuk keperluan personal seperti motivation letter. Cerita kita unik. Menyerahkannya pada AI hanya akan membuatnya kehilangan keunikannya,” ujar Livia mengingatkan pentingnya sentuhan personal di tengah ancaman automasi.
Seminar ini merupakan bagian dari rangkaian kampanye EduForAll untuk menunjukkan penggunaan AI yang bijak dan etis pada pelajar dan mahasiswa di Pekanbaru. Kampanye tersebut akan berakhir dengan workshop penggunaan AI yang dilaksanakan pada Sabtu 18 Oktober 2025.
Education for All Movement (EduforAll) adalah Gerakan Pendidikan yang ingin memberikan kesamaan peluang Pendidikan bagi anak Indonesia. Terlepas dari latar belakang Ekonomi, Sosial, Budaya, Politik, dan Gender, Kita percaya, ‘Pendidikan Tinggi dan Berkualitas adalah Hak untuk Semua’. Informasi lebih lanjut melalui educationforallmovement@gmail.com, Instagram, TikTok, YouTube, LinkedIn: @EducationforAllMovement (EduforAll). **


