Nasib Pemotor Kecelakaan Lawan Arah Berujung Tak Dapat Santunan
Jakarta – Insiden kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk dan tujuh pemotor yang melawan arah di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, hingga kini masih ditangani kepolisian. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (22/8/2023) sekira pukul 07.00 WIB. Insiden itu salah satunya diunggah akun Instagram @seputar_jaksel.
Kasat Lantas Polres Jaksel, Kompol Bayu Marfiando mengatakan insiden bermula dari kendaraan truk bernomor B-9127-KYY yang dikemudikan oleh Ahmad Sumantri melaju dari arah utara menuju selatan di Jalan Raya Lenteng Agung.
Tepat di depan Halte Wijaya Kusuma truk tersebut bertabrakan dengan beberapa kendaraan sepeda motor. Pengendara sepeda motor itu kini masih dalam kejaran polisi.
“Yang melaju melawan arah, akibat dari kejadian tersebut mengakibatkan lima (lima) orang luka-luka terdiri dari tiga orang luka berat dan dua orang luka ringan yang dirawat di tiga rumah sakit,” ungkap Bayu.
Sehari setelah kejadian, polisi melakukan penjagaan dengan menggunakan kamera ETLE mobile ke sejumlah titik rawan pelanggaran lalu lintas. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes M Latif Usman mengatakan kamera elektronik itu dipasang di sejumlah titik rawan pelanggaran, khususnya lawan arah.
Dalam video yang dikirimkan Latif kepada Tirto bahwa tim ETLE Jakarta Selatan langsung melakukan penindakan terhadap pengendara lawan arah menggunakan ETLE di lokasi insiden Lenteng Agung.
Sang narator video menyebut masih ada pengendara yang nekat melawan arah selepas kejadian itu. Hal tersebut juga tampak dalam foto yang diterima reporter Tirto.
“Selama pagi tim ETLE Jakarta Selatan melakukan penindakan lawan arah di daerah Lenteng Agung, sampingnya putaran gardu. Dekat Mako TNI. Masih banyak pengendara yang lawan arah yang di-record sama tim ETLE,” ucap narator video yang diterima Tirto.
Tidak Dapat Santunan
Sementara itu, PT Jasa Raharja memutuskan tidak memberikan santunan terhadap tujuh pengendara motor yang terlibat kecelakaan itu.
Menurut Direktur Utama Jasa Raharja Rivan A. Purwantono, pada UU Nomor 34 Tahun 1964 juncto PP Nomor 18 Tahun 1965, bahwa bagi pengemudi/pengendara yang mengalami kecelakaan dan merupakan penyebab terjadinya tabrakan dua atau lebih kendaraan bermotor, maka Jasa Raharja tidak menjamin.
Rivan menjelaskan, kategori korban kecelakaan lalu lintas lain yang tidak berhak mendapat santunan Jasa Raharja, di antaranya korban kecelakaan tunggal, korban kecelakaan karena menerobos palang pintu kereta api, korban yang mengalami kecelakaan terbukti sedang melakukan kejahatan.
Seperti contoh, maling yang mengebut di jalan karena ingin kabur, korban kecelakaan yang terbukti mabuk, korban kecelakaan yang disengaja karena bunuh diri atau percobaan bunuh diri, dan korban celaka karena mengikuti perlombaan kecepatan, seperti lomba balap mobil dan lomba balap motor.
Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi mengatakan ketidaktaatan pengendara roda dua terhadap aturan yang berlaku menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan.
“Tentunya hal ini sangat disayangkan dan bagi pengendara yang menyebabkan terjadinya laka tidak layak mendapatkan santunan. Semoga hal ini menjadi pembelajaran bagi pengguna jalan untuk tertib dalam berlalu lintas,” ungkap Firman.
Jenderal bintang dua itu mengakui kecelakaan lalu lintas akan mengakibatkan kerugian baik materiel dan non materiel. Kerugian juga dirasakan oleh semua pihak, baik korban maupun yang diduga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.
Polisi Mesti Evaluasi
Dalam keterangan terpisah, pengamat transportasi cum Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengaku ikut menjadi pengusul agar tujuh pemotor yang melawan arah, tak diberikan santunan.
Menurutnya, hal itu dilakukan agar memberikan efek jera kepada pelanggar lalu lintas, khususnya yang melawan arah.
“Salah satu pengusulnya saya. Nanti kalau setiap kecelakaan diberi santunan (bakal ulangi kesalahan), biarin saja. Enggak usah kasih. Biar ada efek jera. Bila perlu dijadikan tersangka sekalian,” kata Djoko saat dihubungi Tirto, Kamis (24/8/2023).
Menurut Djoko, insiden itu harusnya menjadi evaluasi institusi kepolisian karena tak menjalankan UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Polri juga harus tanggung jawab. Kenapa polisi membiarkan, karena pembiaran, jadinya hal biasa,” ucap Djoko.
Djoko mengatakan semestinya jika UU telah memberikan kewenangan, polisi harusnya memberikan pelayanan maksimal. Ia mengatakan jika memang kurang tenaga, seharusnya bekerja sama dengan Dinas Perhubungan (Dishub).
“Polisi kurang tenaga. Saya secara pribadi menyalahi polisi. Tapi satu sisi kasian juga. Kalau institusi, polisi salah,” pungkas Djoko. (trt)